28 August 2009

Surat Untuk Istriku: Sirami Bunga Kita Dengan Cinta

Awal bulan depan, genap satu tahun pernikahan kita. Sementara bunga kecil di perutmu sudah mulai mendesak-desak ingin keluar, hmm, tak terasa sebentar lagi bunga itu akan keluar dan menghiasi harum rumah kecil ini. Dik, sungguh aku sudah tidak sabar untuk menciuminya sepuasku hingga tak satupun orang lain kuberikan kesempatan mencium dan memeluknya sebelum aku, ayahnya, bosan menciumnya.

Satu tahun empat bulan yang lalu, aku masih ingat saat datang ke rumahmu untuk berkenalan dengan keluargamu. Takkan pernah hilang dalam ingatanku, betapa kedatanganku yang ditemani beberapa sahabat untuk berkenalan malah berubah menjadi sebuah prosesi yang aku sendiri tidak siap melakukannya, yah, aku melamarmu dik.

Padahal, baru satu minggu sebelum itulah kita berkenalan di rumah salah seorang sahabatmu. Waktu itu, aku tak berani menatap wajahmu meski ingin sekali aku beranikan diri untuk mengangkat wajahku dan segera menatapmu. Tapi, entah magnet apa yang membuatku terus tertunduk. Kenakalanku selama ini ternyata tidak berarti apa-apa dihadapanmu, kurasakan sebuah gunung besar bertengger tepat di atas kepalaku dan membuatku terus tertunduk.

27 August 2009

Mau Taraweh Apa Mejeng Seeeeh...?

Ini cerita "djaman moeda doeloe". Waktu belum jadi ikhwan seperti sekarang. Uups, sekarang juga nggak ikhwan beneran sih. Tapi setidaknya berusaha menjadi ikhwan sejati. Ihiks...

Cerita waktu masih di kampung halaman, Pontianak. Kota khatulistiwa yang panasnya bisa bikin item badan.

Dekat rumah orang tua ada 2 mesjid terdekat. Nama mesjidnya Al-Manar, dan satunya lagi adalah Babussalam. Kalau di Al-Manar, jalan menuju ke sananya itu jalan besar. Mesjidnya pun bagus, dekat dengan lingkungan perumahan dan perkantoran. Nggak heran pada banyak yang taraweh di sana. Termasuklah yang muda-muda seperti saya. Taraweh di Al-Manar ini singkat, cuma 8 rakaat, plus 3 rakaat witir. Sebelumnya tentu saja sholat Isha' berjamaah.

Sebagaimana yang lainnya, dengan terengah-engah --setelah makan es kelapa, es cincau, es cendol, nasi sepiring penuh, dan segala macam juadah ludes di perut-- saya pun berangkat ke mesjid. Oalah, ini buka puasa apa dendam ya?

Ih, pasti ada yang nyengir lebar. Ngaku aja deh, kalo yang nyengir juga begitu kan?

17 August 2009

Palestina adalah Pendukung Pertama Kemerdekaan Indonesia



Sekedar sharing mengenai info sejarah kemerdekaan RI yang tidak pernah dipublikasikan atau diajarkan di sekolah (kalo ga salah waktu sekolah dulu yang dicantumin di mata pelajaran cuma Mesir doank deh) , yaitu mengenai dukungan kemerdekaan RI oleh Palestina. Jadi sebenarnya kita berhutang dukungan kepada Palestina. Sukarno-Hatta boleh saja memproklamasikan kemerdekaan RI de facto pada 17 Agustus 1945, tetapi perlu diingat bahwa untuk berdiri (de jure) sebagai negara yang berdaulat, Indonesia membutuhkan pengakuan dari bangsa-bangsa lain. Pada poin ini kita tertolong dengan adanya pengakuan dari tokoh tokoh Timur Tengah, sehingga Negara Indonesia bisa berdaulat.

Gong dukungan untuk kemerdekaan Indonesia ini dimulai dari Palestina dan Mesir, seperti dikutip dari buku “Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri” yang ditulis oleh Ketua Panitia Pusat Perkumpulan Kemerdekaan Indonesia , M. Zein Hassan Lc. Buku ini diberi kata sambutan oleh Moh. Hatta (Proklamator & Wakil Presiden pertama RI), M. Natsir (mantan Perdana Menteri RI), Adam Malik (Menteri Luar Negeri RI ketika buku ini diterbitkan) , dan Jenderal (Besar) A.H. Nasution.